area pedestrian aktif dalam konsep kota tanpa sprawl

Kota Kompak: Strategi Tata Ruang Perkotaan Tanpa Sprawl di 2025

Di tengah krisis lahan, kemacetan, dan polusi perkotaan, konsep kota kompak menjadi salah satu solusi tata ruang paling relevan di tahun 2025. Berbeda dengan kota yang tumbuh melebar tanpa kendali (urban sprawl), kota kompak mendorong pembangunan padat, vertikal, terintegrasi, dan berorientasi pejalan kaki serta transportasi massal.

Konsep ini makin banyak diadopsi oleh kota-kota di Asia Tenggara untuk membangun kawasan perkotaan yang efisien, inklusif, dan rendah emisi.


Apa Itu Kota Kompak?

Kota kompak adalah strategi tata ruang kota yang menekankan pada densifikasi (pemadatan), multifungsi penggunaan lahan (mixed-use), dan efisiensi infrastruktur. Tujuannya adalah:

  • Mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi
  • Mendorong interaksi sosial dan ekonomi dalam radius berjalan kaki
  • Mengoptimalkan lahan kota secara vertikal

Ciri Khas Kota Kompak

  • Densitas Tinggi tapi Terkelola
    Bangunan bertingkat, hunian vertikal, dan pusat aktivitas di kawasan terintegrasi
  • Mixed-Use Development
    Hunian, kantor, sekolah, pasar dalam satu kawasan
  • Walkability & Aksesibilitas Tinggi
    Trotoar luas, jalur sepeda, dan stasiun transportasi umum dalam jarak 400–800 meter
  • Transportasi Publik Berorientasi Transit (TOD)
    Kawasan dibangun di sekitar koridor MRT, BRT, atau LRT

Keunggulan Kota Kompak dibanding Urban Sprawl

AspekKota KompakUrban Sprawl
Efisiensi EnergiLebih hemat karena transportasi massalKonsumsi BBM tinggi akibat mobilisasi tinggi
Kualitas UdaraLebih baik karena ruang hijau terintegrasiPolusi meningkat akibat lalu lintas padat
Akses Pelayanan PublikLebih mudah dijangkauLayanan tersebar dan tidak merata
Konsumsi LahanHemat dan terfokusMengorbankan lahan hijau dan pertanian

Contoh Kota Kompak di Dunia

Menurut World Bank, kota dengan desain kompak mampu menurunkan biaya infrastruktur dan memperbaiki kualitas hidup warga.
🔗 Sumber: World Bank – What Makes a Compact City?

🔹 Curitiba – Brasil

Pionir TOD dengan BRT sistem dan zona padat terintegrasi fasilitas umum.

🔹 Copenhagen – Denmark

Mengembangkan kota 5 menit: semua kebutuhan dasar dalam radius 5 menit jalan kaki atau sepeda.

🔹 Jakarta TOD Plan

Melalui program Transit Oriented Development, kawasan sekitar stasiun MRT, LRT, dan KRL dikembangkan dengan hunian vertikal, taman, dan fasilitas publik.

🔹 Singapore Masterplan 2030

Mengembangkan kampung vertikal terintegrasi dengan pusat belanja, sekolah, dan jalur hijau.


Tantangan dan Solusi

TantanganSolusi Potensial
Biaya properti vertikal tinggiSkema KPR vertikal dan insentif developer hijau
Ketimpangan aksesZonasi inklusif dan pembangunan berbasis komunitas
Regulasi belum adaptifSinkronisasi RTRW dan masterplan transportasi
Kurangnya ruang hijau vertikalAtap hijau dan taman gantung sebagai ruang alternatif

Baca juga: Revitalisasi Kawasan Lama jadi Ruang Publik Modern
dan Transformasi Gedung Lama Menjadi Net-Zero Building


Pandangan Pakar

Menurut Dr. Ir. Dimas Prasetyo, ahli perencanaan kota dari UGM:

“Kota kompak bukan berarti sempit. Ini tentang bagaimana kita menyusun fungsi kota dengan padat, efisien, dan tetap manusiawi.”

Menurut laporan World Bank (2024), kota-kota dengan desain kompak bisa menurunkan emisi per kapita hingga 40% dan meningkatkan indeks kebahagiaan warga akibat peningkatan interaksi sosial dan waktu tempuh yang lebih pendek.


Kesimpulan: Padat Boleh, Asal Tertata

Kota inimenawarkan jalan tengah antara urbanisasi dan keberlanjutan. Bukan sekadar memadatkan, tetapi menyusun ulang kota agar efisien, inklusif, dan adaptif terhadap perubahan iklim dan sosial.

Tahun 2025 adalah momentum penting untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar luas—tapi juga kualitas. Kota yang baik bukan yang besar, tapi yang dekat, terhubung, dan ramah warganya.

Similar Posts