Sertifikasi Bangunan Hijau: Apa yang Wajib di 2025
Di tengah krisis iklim global, dunia arsitektur dan konstruksi menghadapi tuntutan baru: bangunan harus tidak hanya indah dan fungsional, tetapi juga ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk itu, sistem sertifikasi bangunan hijau hadir sebagai standar untuk menilai dan memastikan bahwa sebuah proyek benar-benar berkontribusi pada kelestarian lingkungan. Tahun 2025 menjadi titik krusial, karena regulasi dan tuntutan pasar akan sertifikasi hijau makin ketat dan mendunia.
Apa Itu Sertifikasi Bangunan Hijau?
Sertifikasi bangunan hijau adalah sistem penilaian dan verifikasi yang memastikan bahwa bangunan dirancang, dibangun, dan dioperasikan sesuai prinsip keberlanjutan. Standar ini mencakup:
- Efisiensi energi dan air
- Material ramah lingkungan
- Kualitas udara dalam ruangan
- Pengelolaan limbah
- Lokasi dan transportasi
- Daya tahan terhadap iklim ekstrem
Sertifikasi yang Paling Wajib di 2025
1. LEED (Leadership in Energy and Environmental Design)
Asal: AS – Global
Lembaga: U.S. Green Building Council
Skor: Certified, Silver, Gold, Platinum
Kriteria utama:
- Efisiensi energi
- Material daur ulang
- Lokasi dan transportasi berkelanjutan
2. EDGE (Excellence in Design for Greater Efficiencies)
Asal: Global – difokuskan untuk negara berkembang
Lembaga: International Finance Corporation (IFC)
Fitur:
- Minimum penghematan 20% untuk energi, air, dan energi material
- Mudah diakses secara online
- Banyak dipakai di Asia Tenggara dan Afrika
3. BREEAM (Building Research Establishment Environmental Assessment Method)
Asal: Inggris – Eropa & Global
Fitur:
- Penilaian menyeluruh terhadap performa bangunan
- Fokus pada pengelolaan, kesehatan, dan inovasi
4. Greenship (Indonesia)
Asal: Indonesia
Lembaga: Green Building Council Indonesia
Kategori:
- New Building, Existing Building, Interior, Home
Digunakan di proyek pemerintah dan swasta sebagai syarat kelayakan hijau.
Baca juga: Material Bio-Based 2025, dan Green Retrofitting 2025
Kenapa Sertifikasi Ini Semakin Penting?
- Permintaan Pasar Meningkat
Investor dan penyewa kini lebih memilih gedung bersertifikasi karena nilai jual dan citra lingkungan. - Regulasi Pemerintah
Banyak negara mewajibkan minimal EDGE atau Greenship untuk bangunan publik mulai 2025. - Insentif Finansial
Beberapa negara memberikan pengurangan pajak atau bantuan kredit bagi proyek bersertifikasi hijau. - Efisiensi Operasional
Gedung bersertifikasi bisa menekan biaya listrik, air, dan perawatan hingga 40%.
Tantangan Penerapan Sertifikasi di Proyek
- Biaya Konsultasi & Proses Audit
Meski investasi awal tinggi, penghematan jangka panjang bisa menutupinya. - Kurangnya SDM Bersertifikat
Dibutuhkan arsitek, insinyur, dan kontraktor yang memahami sistem penilaian. - Integrasi Sejak Awal Proyek
Sertifikasi hijau wajib diterapkan sejak desain awal — bukan di tengah proyek.
Analisis Pasar: Tren Global 2025
Menurut laporan World Green Building Trends 2025, sekitar 42% proyek bangunan baru global akan bersertifikasi hijau, naik dari 27% pada 2018.
Sementara IFC EDGE mencatat peningkatan pengajuan sertifikasi hingga 300% di kawasan Asia Tenggara sejak 2023, terutama untuk sektor hunian menengah dan proyek pemerintah.
📷 Alt image: arsitek mempresentasikan standar hijau proyek tahun 2025
Kesimpulan: Sertifikasi Bukan Lagi Pilihan, Tapi Standar
Di tahun 2025, sertifikasi bangunan hijau bukan sekadar tren atau bonus reputasi — melainkan syarat mutlak untuk bangunan modern. Mulai dari gedung perkantoran hingga hunian, standar seperti LEED, EDGE, BREEAM, dan Greenship memastikan bahwa pembangunan memberi dampak positif, bukan destruktif.
Membangun hijau bukan sekadar membangun yang baik — tapi membangun yang benar, demi masa depan yang lebih layak huni.